PRIA JUGA BISA MENOPAUSE
>> Monday, January 4, 2010
PRIA JUGA BISA MENOPAUSE:
Siapa bilang cuma wanita yang mengalami menopause? Pria juga bisa.Namanya Andropause.
Istilah andropause pada pria, ungkap dr. Tribowo Hasmoro, Sp.And.,memang memiliki banyak kemiripan dengan menopause yang dialami wanita. Hanya saja,masalah seputar andropause yang ramai dibicarakan 3 tahun belakangan ini, masih kontroversial. “Kapan terjadinya dan apa saja tanda/gejalanya, tidak sepasti menopause.”
Pada wanita,lanjut Tribowo, menopause berarti berhenti haid karena ovulasi tak terjadi lagi akibat habisnya persediaan sel telur. Nah, pada pria, andropause tak identik dengan berhentinya produksi sperma. Sebab, secara fisik, sampai usia tua pun, sperma masih akan tetap diproduksi.
GAMPANG MARAH
Istilah andropause sendiri, terang ahli andrologi yang berpraktek di RS Hermina, Jatinegara,digunakan untuk menggambarkan kondisi pria tengah baya yang mempunyai kumpulan gejala dan keluhan mirip dengan menopause pada wanita. Meski tak identik dengan berhentinya produksi sperma, keluhan fisik dan psikis yang muncul memiliki banyak kesamaan. Misalnya, rambut rontok, kulit kering dan keriput hingga tampak tua, tekanan darah dan kadar kolesterol meningkat, organ-organ tubuh seperti ginjal dan hati mengalami pengecilan, muncul gangguan osteoporosis, serta melemahnya kemampuan imunitas atau daya tahan tubuh.
Akibatnya, yang bersangkutan biasanya jadi cepat letih dan lesu lantaran berkurangnya kekuatan tubuh. Belum lagi, kemampuan metabolisme tubuh pun mengalami penurunan hingga gampang terjadi penumpukan lemak dan rentan terhadap berbagai gangguan penyakit. Misalnya saja jadi gampang terkena serangan jantung, kanker, danpenyakit lain. “Kemampuan mental yang bersangkutan pun umumnya menurun. Jadi mudah marah, cepat lupa, kehilangan antusiasme/gairah hidup, kurang percaya diri,cemas berlebih hingga susah tidur, bahkan depresi.”
Ciri lain adalah perubahan tingkah laku, semisal cenderung ingin tampil muda. Atau malah cenderung ingin membuktikan dirinya tak mengalami gangguan seksual dengan mengobral cinta. Sementara mereka yang sejak semula memang senang bersolek dan bergaya trendy belum tentu terkena andropause. Tak heran bila mereka terdorong mengkonsumsi suplemen tertentu yang diyakini sebagai obat kuat untuk memulihkan vitalitas dan kejantanannya. “Padahal, vitalitas yang menurun karena memburuknya derajat kesehatan,tidak identik dengan andropause.”
Hanya saja, tutur Tribowo, kecenderungan-kecenderungan tersebut masih disangsikan, apakah sebagai ciri khas andropause atau memang sifat individu yang bersangkutan. Kehilangan kepercayaan diri, contohnya, belum tentu lantaran andropause. Sekalipun dulu ia terbiasa menjadi pengambil keputusan, misalnya, kini jadi peragu.Bisa saja sikap ragu-ragunya itu merupakan cermin sikapnya yang lebih bijaksana.Begitu juga dengan kepikunan, belum tentu karena andropause. “Kan, banyak faktor pemicunya. Semisal aliran darah ke otak yang berkurang karena adanya gangguan/penyakit pada pembuluh darah, seperti sklereosis atau antesklereosis.”
TANPA BATASAN USIA
Dari sekian banyak keluhan, ungkap Tribowo, yang kerap mendorong individu datang berobat adalah menurunnya gairah seksual. “Padahal, keluhan yang satu ini, kan, belum tentu akibat andropause.” Bisa saja karena menurunnya daya sensitivitas terhadap rangsangan atau beban psikis semisal konflik dengan istri atau ada masalah di tempat kerja. Toh, menurunnya gairah seksual juga tak berarti tak bisa melakukan hubungan intim.
Selain itu, tegas Tribowo, tak ada batasan yang pasti soal usia.Artinya, usia fisik seseorang memang tak bisa dijadikan patokan. Meski diperkirakan andropause terjadi antara usia 40-60 tahun, bisa saja datang lebih dini atau justru lebih lambat dari perkiraan umur tersebut. “Tak sedikit, kan, pria di atas 70 tahun tapimasih tinggi gairah seksualnya dan tetap berpeluang besar punya anak?”
Sebaliknya, ada pria yang masih berusia 40 tahun atau lebih muda, namun gairah seksualnya sudah sedemikian menurun. Padahal,kondisi fisiknya secara keseluruhan belum mengalami proses penuaan yang berarti. “Nah, yang seperti ini,bisa disejajarkan dengan menopause prekoks atau menopause dini.”
Turunnya gairah seks dan munculnya gejala-gejala seperti disebut di atas,belum tentu menjelaskanyang bersangkutan mengalami andropause. Yang menjadi penentu andropause, terang Tribowo, adalah tingkat penurunan kadar hormon-hormon tubuh, terutama testosteron. “Menurunnya kadar-kadar hormon ini bukan melulu pertanda datangnya andropause. Bisa saja karena proses penuaan. Jadi, memang agak sulit menentukan apakah andropause merupakan proses tersendiri atau akibat yang mengikuti proses penuaan tubuh.”
PROSES FISIOLOGIS
Proses penuaan itu sendiri, ungkapTribowo,bersifat multikompleks. Artinya, bertambahnya usia akan menurunkan fungsi sel-sel secara keseluruhan, juga jaringan maupun organ-organ tubuh. Memang, adafaktor-faktor tertentu yang diduga mempercepat proses penuaan tersebut seperti penyakit metabolik atau penyakit tertentu yang berkaitan dengan fungsi-fungsi hormon dalam metabolisme tubuh, seperti diabetes, hipertensi, dan kelainan hati. Begitu juga lingkungan polutif dan pola hidup yang penuh dengan stres merupakan faktor pemicu.
Sama halnya dengan menopause yang bukan merupakan akibat langsung dari penyakit tertentu, andropause punterjadi karena proses fisiologis itu sendiri. Jadi, tubuh tak lagi menghasilkan hormon yang cukup memadai bagi sel-sel normal untuk menjalankan fungsinya. Alhasil,organ-organ yang berkaitan dengan fungsi androgen,tak mampu menjalankan fungsi dengan semestinya.
Penyebab utamanya, kemungkinankarena ada kerusakan DNA dari sel-sel tubuh. Menurut Tribowo,DNA memiliki kemampuan untuk merusak maupun memperbaiki diri sendiri, yang berbeda pada tiap orang akibat adanya faktor genetis/keturunan. Itu juga sebabnya ada wanita yangmenopause di usia 45 tahun, tapi ada pula yang lebih tua bahkan lebih muda dari 45 tahun.
Yang jelas, lanjutnya,sejauh ini belum ada data pasti mengenai populasi penderita andropause di Indonesia maupun di mancanegara. Begitu juga dengan penelitian tentang faktor pemicu dan kelompok mana saja yang berpeluang besar mengalami andropause.
TERAPI HORMON
Kepada mereka yang datang dengan keluhan yang mengarah ke andropause, biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan laboratorium sebelum menentukan terapi.Dari pemeriksaan laboratorium akan diketahui, hormon apa saja yang mengalami penurunan. Apakah itu hormon gonadotropin, somatotropin, melantonin, insulin, hormon pertumbuhan atau testosteron. Akan dilihat pula berapa kadar penurunan hormon-hormon tersebut. Nah, dari situlah dokter bisa menilai, perlu-tidaknya terapi.
“Pemeriksaan ini amat perlu. Soalnya,ada pria yang range-hormonnya masih tergolong normal, yakni antara 300-1.700 nanogram, tapi sudah mengeluh macam-macam. Sebaliknya, ada pula yang kadar testosteronnya sudah drop, toh masih bisa menikmati kehidupan seksualnya dengan baik.” Tapi angka-angka tadi tak bisa dijadikan patokan apakah yang bersangkutan mengalami andropause atau tidak,mengingat sifatnya yang amat individual. Oleh sebab itu, pengobatan akan didahului dengan terapi psikologis. Apalagi bila ternyata hormon testosteron maupun hormon-hormon lain tak mengalami penurunan berarti. Untuk itu diperlukan koordinasi antara androlog yang menangani dengan psikolog atau psikiater.
Bila terbukti ada hormon tertentu yang mengalami penurunan, pasien diberi terapi hormon lewat tablet atau injeksi intramuskular. Tambahan hormon ini biasanya akan bertahan selama dua minggu. Setelah kurun waktu tersebut, konsentrasinya akan turun dan perlu injeksi baru. Begitu seterusnya. Selanjutnya, tiap bulan dokter akan mengecek apakah kadar hormon sudah atau belum mengalami peningkatan. Jika sudah, pemberian hormon dihentikan untuk jangka waktu tertentu, “Tergantung respons pasien. Ini penting karena hormon yang diberikan punya dampak yang tak bisa dianggap sepele.Yakni pembesaran prostat yang bisa mengarah ke kanker prostat.”
Terapi yang diberikan, lanjutnya, lebih ditujukan agar proses penuaan/kerusakan sel-sel tubuh tidak semakin memburuk. “Memperbaiki jelas tidak mungkin, dong. Siapa, sih,yang bisa menahan proses penuaan yang memang bersifat alami?”
Toh, sebetulnya andropausetak perlu kelewat dikhawatirkan lantaran tak menyebabkan gangguan apa pun yang spesifik. “Selama sperma masih diproduksi dan inividu yang bersangkutan tak mengalami gangguan ereksi, enggak masalah, kan?”
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
Siapa bilang cuma wanita yang mengalami menopause? Pria juga bisa.Namanya Andropause.
Istilah andropause pada pria, ungkap dr. Tribowo Hasmoro, Sp.And.,memang memiliki banyak kemiripan dengan menopause yang dialami wanita. Hanya saja,masalah seputar andropause yang ramai dibicarakan 3 tahun belakangan ini, masih kontroversial. “Kapan terjadinya dan apa saja tanda/gejalanya, tidak sepasti menopause.”
Pada wanita,lanjut Tribowo, menopause berarti berhenti haid karena ovulasi tak terjadi lagi akibat habisnya persediaan sel telur. Nah, pada pria, andropause tak identik dengan berhentinya produksi sperma. Sebab, secara fisik, sampai usia tua pun, sperma masih akan tetap diproduksi.
GAMPANG MARAH
Istilah andropause sendiri, terang ahli andrologi yang berpraktek di RS Hermina, Jatinegara,digunakan untuk menggambarkan kondisi pria tengah baya yang mempunyai kumpulan gejala dan keluhan mirip dengan menopause pada wanita. Meski tak identik dengan berhentinya produksi sperma, keluhan fisik dan psikis yang muncul memiliki banyak kesamaan. Misalnya, rambut rontok, kulit kering dan keriput hingga tampak tua, tekanan darah dan kadar kolesterol meningkat, organ-organ tubuh seperti ginjal dan hati mengalami pengecilan, muncul gangguan osteoporosis, serta melemahnya kemampuan imunitas atau daya tahan tubuh.
Akibatnya, yang bersangkutan biasanya jadi cepat letih dan lesu lantaran berkurangnya kekuatan tubuh. Belum lagi, kemampuan metabolisme tubuh pun mengalami penurunan hingga gampang terjadi penumpukan lemak dan rentan terhadap berbagai gangguan penyakit. Misalnya saja jadi gampang terkena serangan jantung, kanker, danpenyakit lain. “Kemampuan mental yang bersangkutan pun umumnya menurun. Jadi mudah marah, cepat lupa, kehilangan antusiasme/gairah hidup, kurang percaya diri,cemas berlebih hingga susah tidur, bahkan depresi.”
Ciri lain adalah perubahan tingkah laku, semisal cenderung ingin tampil muda. Atau malah cenderung ingin membuktikan dirinya tak mengalami gangguan seksual dengan mengobral cinta. Sementara mereka yang sejak semula memang senang bersolek dan bergaya trendy belum tentu terkena andropause. Tak heran bila mereka terdorong mengkonsumsi suplemen tertentu yang diyakini sebagai obat kuat untuk memulihkan vitalitas dan kejantanannya. “Padahal, vitalitas yang menurun karena memburuknya derajat kesehatan,tidak identik dengan andropause.”
Hanya saja, tutur Tribowo, kecenderungan-kecenderungan tersebut masih disangsikan, apakah sebagai ciri khas andropause atau memang sifat individu yang bersangkutan. Kehilangan kepercayaan diri, contohnya, belum tentu lantaran andropause. Sekalipun dulu ia terbiasa menjadi pengambil keputusan, misalnya, kini jadi peragu.Bisa saja sikap ragu-ragunya itu merupakan cermin sikapnya yang lebih bijaksana.Begitu juga dengan kepikunan, belum tentu karena andropause. “Kan, banyak faktor pemicunya. Semisal aliran darah ke otak yang berkurang karena adanya gangguan/penyakit pada pembuluh darah, seperti sklereosis atau antesklereosis.”
TANPA BATASAN USIA
Dari sekian banyak keluhan, ungkap Tribowo, yang kerap mendorong individu datang berobat adalah menurunnya gairah seksual. “Padahal, keluhan yang satu ini, kan, belum tentu akibat andropause.” Bisa saja karena menurunnya daya sensitivitas terhadap rangsangan atau beban psikis semisal konflik dengan istri atau ada masalah di tempat kerja. Toh, menurunnya gairah seksual juga tak berarti tak bisa melakukan hubungan intim.
Selain itu, tegas Tribowo, tak ada batasan yang pasti soal usia.Artinya, usia fisik seseorang memang tak bisa dijadikan patokan. Meski diperkirakan andropause terjadi antara usia 40-60 tahun, bisa saja datang lebih dini atau justru lebih lambat dari perkiraan umur tersebut. “Tak sedikit, kan, pria di atas 70 tahun tapimasih tinggi gairah seksualnya dan tetap berpeluang besar punya anak?”
Sebaliknya, ada pria yang masih berusia 40 tahun atau lebih muda, namun gairah seksualnya sudah sedemikian menurun. Padahal,kondisi fisiknya secara keseluruhan belum mengalami proses penuaan yang berarti. “Nah, yang seperti ini,bisa disejajarkan dengan menopause prekoks atau menopause dini.”
Turunnya gairah seks dan munculnya gejala-gejala seperti disebut di atas,belum tentu menjelaskanyang bersangkutan mengalami andropause. Yang menjadi penentu andropause, terang Tribowo, adalah tingkat penurunan kadar hormon-hormon tubuh, terutama testosteron. “Menurunnya kadar-kadar hormon ini bukan melulu pertanda datangnya andropause. Bisa saja karena proses penuaan. Jadi, memang agak sulit menentukan apakah andropause merupakan proses tersendiri atau akibat yang mengikuti proses penuaan tubuh.”
PROSES FISIOLOGIS
Proses penuaan itu sendiri, ungkapTribowo,bersifat multikompleks. Artinya, bertambahnya usia akan menurunkan fungsi sel-sel secara keseluruhan, juga jaringan maupun organ-organ tubuh. Memang, adafaktor-faktor tertentu yang diduga mempercepat proses penuaan tersebut seperti penyakit metabolik atau penyakit tertentu yang berkaitan dengan fungsi-fungsi hormon dalam metabolisme tubuh, seperti diabetes, hipertensi, dan kelainan hati. Begitu juga lingkungan polutif dan pola hidup yang penuh dengan stres merupakan faktor pemicu.
Sama halnya dengan menopause yang bukan merupakan akibat langsung dari penyakit tertentu, andropause punterjadi karena proses fisiologis itu sendiri. Jadi, tubuh tak lagi menghasilkan hormon yang cukup memadai bagi sel-sel normal untuk menjalankan fungsinya. Alhasil,organ-organ yang berkaitan dengan fungsi androgen,tak mampu menjalankan fungsi dengan semestinya.
Penyebab utamanya, kemungkinankarena ada kerusakan DNA dari sel-sel tubuh. Menurut Tribowo,DNA memiliki kemampuan untuk merusak maupun memperbaiki diri sendiri, yang berbeda pada tiap orang akibat adanya faktor genetis/keturunan. Itu juga sebabnya ada wanita yangmenopause di usia 45 tahun, tapi ada pula yang lebih tua bahkan lebih muda dari 45 tahun.
Yang jelas, lanjutnya,sejauh ini belum ada data pasti mengenai populasi penderita andropause di Indonesia maupun di mancanegara. Begitu juga dengan penelitian tentang faktor pemicu dan kelompok mana saja yang berpeluang besar mengalami andropause.
TERAPI HORMON
Kepada mereka yang datang dengan keluhan yang mengarah ke andropause, biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan laboratorium sebelum menentukan terapi.Dari pemeriksaan laboratorium akan diketahui, hormon apa saja yang mengalami penurunan. Apakah itu hormon gonadotropin, somatotropin, melantonin, insulin, hormon pertumbuhan atau testosteron. Akan dilihat pula berapa kadar penurunan hormon-hormon tersebut. Nah, dari situlah dokter bisa menilai, perlu-tidaknya terapi.
“Pemeriksaan ini amat perlu. Soalnya,ada pria yang range-hormonnya masih tergolong normal, yakni antara 300-1.700 nanogram, tapi sudah mengeluh macam-macam. Sebaliknya, ada pula yang kadar testosteronnya sudah drop, toh masih bisa menikmati kehidupan seksualnya dengan baik.” Tapi angka-angka tadi tak bisa dijadikan patokan apakah yang bersangkutan mengalami andropause atau tidak,mengingat sifatnya yang amat individual. Oleh sebab itu, pengobatan akan didahului dengan terapi psikologis. Apalagi bila ternyata hormon testosteron maupun hormon-hormon lain tak mengalami penurunan berarti. Untuk itu diperlukan koordinasi antara androlog yang menangani dengan psikolog atau psikiater.
Bila terbukti ada hormon tertentu yang mengalami penurunan, pasien diberi terapi hormon lewat tablet atau injeksi intramuskular. Tambahan hormon ini biasanya akan bertahan selama dua minggu. Setelah kurun waktu tersebut, konsentrasinya akan turun dan perlu injeksi baru. Begitu seterusnya. Selanjutnya, tiap bulan dokter akan mengecek apakah kadar hormon sudah atau belum mengalami peningkatan. Jika sudah, pemberian hormon dihentikan untuk jangka waktu tertentu, “Tergantung respons pasien. Ini penting karena hormon yang diberikan punya dampak yang tak bisa dianggap sepele.Yakni pembesaran prostat yang bisa mengarah ke kanker prostat.”
Terapi yang diberikan, lanjutnya, lebih ditujukan agar proses penuaan/kerusakan sel-sel tubuh tidak semakin memburuk. “Memperbaiki jelas tidak mungkin, dong. Siapa, sih,yang bisa menahan proses penuaan yang memang bersifat alami?”
Toh, sebetulnya andropausetak perlu kelewat dikhawatirkan lantaran tak menyebabkan gangguan apa pun yang spesifik. “Selama sperma masih diproduksi dan inividu yang bersangkutan tak mengalami gangguan ereksi, enggak masalah, kan?”
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
0 komentar:
Post a Comment