KTI KEBIDANAN : HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN TERHADAP RESPON WANITA DALAM MENGHADAPI PREMENOPOUSE
>> Monday, January 4, 2010
KTI KEBIDANAN :
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN TERHADAP
RESPON WANITA DALAM MENGHADAPI PREMENOPOUSE
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN TERHADAP
RESPON WANITA DALAM MENGHADAPI PREMENOPOUSE
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Menurut Hurlock (1980) sebelum memasuki usia lanjut, seorang wanita akan melewati masa usia madya. Garis batas antara usia madya dan usia lanjut adalah 60 tahun. Usia madya dibagi menjadi dua yakni usia madya dini yang membentang antara usia 40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang membentang antara usia 50 hingga 60 tahun. Seorang wanita dalam menghadapi usia madya akan melewati masa premenopause. Respon setiap wanita dalam menghadapi masa premenopause berbeda-beda.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan Usia Harapan Hidup orang Indonesia adalah 75 tahun pada tahun 2025 (Siagian, 2003). Meningkatnya usia harapan hidup wanita Indonesia berdampak pada meningkatnya jumlah wanita usia lanjut (lansia) di Indonesia. Pada tahun 1980 jumlah lansia hanya 7,9 juta orang. Pada tahun 2006 angkanya melejit hingga lebih dua kali lipat menjadi 19 juta orang. Pada tahun 2020 diperkirakan 28,8 juta atau 11 persen penduduk Indonesia (Anonim, 2008). Usia harapan hidup wanita Indonesia pada tahun 2006 adalah 67 tahun (Hanifa, 2008). Diharapkan para wanita usia lanjut tersebut tetap dapat mempertahakan kualitas hidupnya (Anonim, 2005).
Perilaku wanita premenopause dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Wanita yang banyak mengalami kekhawatiran berasal dari orang-orang yang berpendidikan tinggi dan perekonomian menengah ke atas (Nisaa, 2004:53). Wanita yang bekerja pun umumnya lebih siap menghadapi masa premenopause daripada yang tidak bekerja. Mungkin hal ini disebabkan mereka yang bekerja terbiasa menghadapi stress. Dengan demikian masa premenopause bagi mereka sama saja menghadapi stress yang memang sering mereka atasi dalam masalah-masalah pekerjaan (Simamora, 1996:229).
Sindrom menopause dialami oleh banyak wanita hampir di seluruh dunia, sekitar 70-80% wanita Eropa, 60% di Amerika, 57% di Malaysia, 18% di Cina dan 10% di Jepang dan Indonesia (Urnobasuki, 2004). Hasil survey awal dari 10 wanita premenopause di Dusun Pucung Desa Dayu Kecamatan Godangrejo Kabupaten Karanganyar menunjukkan 40% wanita premenopause tidak bisa menerima premenopause dengan ciri-ciri sulit tidur, gelisah tanpa alasan, sering tersinggung dan tak mudah mengendalikan emosi.
Beberapa dampak premenopause yang sering terjadi di masyarakat adalah kecemasan, takut, lekas marah, ingatannya menurun, sulit konsentrasi, gugup, merasa tidak berguna, mudah tersinggung, stress bahkan depresi (Anonim, 2008). Para wanita usia lanjut tersebut juga rentan terhadap penyakit degeneratif misalnya osteoporosis, penyakit jantung koroner, kanker, darah tinggi dan Dimensia tipe alzheimer (Kasdu, 2002:40-74).
Upaya-upaya yang bisa dilakukan wanita di masa premenopause untuk mengurangi berbagai keluhan yang sedang dialaminya adalah dengan meningkatkan cara berfikir positif bahwa terjadinya premenopouse merupakan suatu proses alamiah yang harus diterima sebagai alur perjalanan hidup manusia, Terapi Sulih Hormon (TSH), olahraga, nutrisi yang cukup terutama dengan mengonsumsi makanan yang mengandung kedelai, gaya hidup sehat dengan tidak merokok dan minum minuman keras, pemeriksaan kesehatan secara berkala, meningkatkan kehidupan religi, menganjurkan para wanita premenopause untuk mengikuti posyandu lansia, seminar dan ceramah tentang menopause (Kasdu, 2002:84-124).
Berdasarkan hal-hal di atas peneliti ingin mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan pekerjaan terhadap respon wanita dalam menghadapi premenopause.
1.2 Identifikasi faktor penyebab masalah
Premenopause adalah masa di mana tubuh mulai bertransisi menuju menopause. Masa ini bisa terjadi selama dua hingga delapan tahun ditambah satu tahun di akhir periode menuju menopause (Rahmi, 2008). Waktu premenopause usia 40-49 tahun (Anonim, 2008). Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa premenopause meliputi perubahan organ reproduksi, perubahan hormon, perubahan fisik dan psikologis. Perubahan organ reproduksi meliputi rahim yamg atropi, lipatan-lipatan saluran telur yang lebih pendek, ukuran indung telur mengecil, pengerutan dan pemendekan serviks, kontraktur vagina dan penipisan jaringan vulva. Perubahan hormon estrogen yang berkurang mengakibatkan terjadi perubahan haid menjadi sedikit, jarang bahkan siklus haidnya mulai terganggu. Perubahan fisik meliputi gangguan haid, perasaan panas, keringat berlebihan, vagina kering, tidak dapat menahan air seni, kulit kering dan keriput, penambahan berat badan, gangguan mata, nyeri tulang dan sendi. Perubahan psikologis meliputi ingatan yang menurun, kecemasan, mudah tersinggung, stress, dan depresi. Respon wanita dalam menghadapi premenopause dibagi menjadi 2 yakni menerima dan menolak. Menurut Nisaa (2004) disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi respon wanita dalam menghadapi premenopause adalah status marital, paritas, pekerjaan dan pendidikan. Sedangkan menurut http://www.medicastore.com/nutrifor/isi.php?isi=gejala faktor yang lain adalah psikis, sosial ekonomi, budaya dan lingkungan. Dalam penelitian ini akan diteliti hubungan tingkat pendidikan dan pekerjaan terhadap respon wanita dalam menghadapi premenopause.
1.3 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah adakah hubungan tingkat pendidikan dan pekerjaan terhadap respon wanita dalam menghadapi premenopause?
1.4 Tujuan penelitian
1.4.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan pekerjaan terhadap respon wanita dalam menghadapi premenopause di Dusun Sumurbur, Desa Nglanduk, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun.
1.4.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi tingkat pendidikan wanita premenopause.
2. Mengidentifikasi pekerjaan wanita premenopause.
3. Diketahuinya respon wanita dalam menghadapi premenopause, baik yang menerima maupun yang menolak.
4. Menganalisa hubungan tingkat pendidikan terhadap respon wanita dalam menghadapi premenopause.
5. Menganalisa hubungan pekerjaan terhadap respon wanita dalam menghadapi premenopause.
1.5 Manfaat penelitian
1.5.1 Manfaat teoritis
Terbuktinya teori bahwa tingkat pendidikan dan pekerjaan ada hubungannya dengan respon wanita dalam menghadapi premenopause diharapkan para wanita premenopause mempunyai koping yang positif dalam merespon perubahan-perubahan yang terjadi selam premenopause sehingga tetap dapat mempertahankan kualitas hidupnya.
1.5.2 Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana informasi dan menambah pengetahuan tentang premenopause, sebagai acuan bidan dalam mengatasi keluhan-keluhan wanita dalam menghadapi premenopause serta dapat menambah kepustakaan sebagai sarana memperkaya ilmu pengetahuan pembaca khususnya tentang premenopause.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian terdahulu
Menurut penelitian Astuti (2007) yang berjudul “Hubungan status marital dan paritas dengan respon wanita dalam menghadapi menopause” di Dusun Ngronggi, Desa Grudi kec Ngawi kab Ngawi dengan besar sampel sebanyak 122 orang dan menggunakan teknik simple random sampling serta hasil korelasi menggunakan Spearman Rank dengan tingkat kesalahan 0,05 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status marital dengan respon wanita dalam menghadapi menopause dengan nilai signifikasi sebesar 0,420. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian wanita dengan status marital menikah 44,3% memiliki respon menerima datangnya menopause, wanita dengan status marital menjanda 24,5% menerima datangnya menopause dan untuk wanita tidak menikah 5,7% menolak datangnya menopause. Sedangkan antara paritas dengan respon wanita dalam menghadapi menopause terdapat hubungan yang signifikan sebesar 0,005. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yakni semakin banyak jumlah paritas wanita, semakin tinggi pula tingkat penerimaan wanita tersebut dalam menghadapi menopause.
2.2 Pendidikan
2.2.1 Pengertian
Dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/pendidikan, pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
2.2.2 Visi dan misi pendidikan nasional
Dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional dan strategi pendidikan nasional, pendidikan nasional mempunyai visi “Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua Warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah”.
Dengan visi pendidikan tersebut pendidikan nasional mempunyai misi:
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.
3. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral.
4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global
5. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (Saefudin, 2003:viii-ix).
0 komentar:
Post a Comment