KTI KEBIDANAN : HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK DAN SIKAP IBU BATITA DENGAN PRAKTEK IMUNISASI CAMPAK
>> Tuesday, February 9, 2010
KTI KEBIDANAN : HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK DAN SIKAP IBU BATITA DENGAN PRAKTEK IMUNISASI CAMPAK: "BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kebijaksanaan umum dari tujuan nasional. Agar tujuan pembangunan bidang kesehatan tersebut dapat terwujud, diperlukan suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia dalam meningkatkan derajat kesehatan yang optimal dan sebagai perwujudan upaya tersebut dibentuk sistem kesehatan nasional (Budioro.B, 2001:30).
Sistem kesehatan nasional di dalamnya menyebutkan Puskesmas adalah pusat pembangunan kesehatan yang berfungsi mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat dengan masyarakat dalam bentuk kegiatan menyuluh dan terpadu di wilayah kerjanya (Bapelkes, 2000:7).
Dewasa ini dikenal tidak kurang dari dua puluh macam kegiatan pokok (upaya pelayanan kesehatan dasar), tapi pelaksanaanya tergantung pada kemampuan dan sumber daya yang tersedia pada puskesmas yang bersangkutan. Imunisasi termasuk program puskesmas yang bersifat preventif. Imunisasi merupakan suatu teknologi yang sangat dan berhasil dan merupakan sumbangan ilmu pengetahuan yang terbaik yang pernah diberikan oleh para ilmuwan di dunia ini. Satu upaya kesehatan yang paling efektif dan efisien dibandingkan dengan upaya kesehatan lainnya. Setiap tahun lahir 130 juta anak di dunia, 91 juta diantaranya lahir di negara yang sedang berkembang. Pada tahun 1974 cakupan vaksinasi baru mencapai 5 %, sehingga dilaksanakan imunisasi global yang disebut extended program on imunization (EPI) dan saat ini cakupan meningkat hampir setiap tahun minimal tiga juta anak dapat terhindar dari kematian dan sekitar 750.000 terhindar dari cacat. Namun demikian satu dari empat orang anak masih belum mendapatkan vaksinasi dan dua juta meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (I.G.N Ranuh dkk, 2005:4).
Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi antara lain penyakit TBC, Difteri, Pertusis, Tetatus, Hepatitis B, Polio termasuk juga Campak. Idealnya bayi harus mendapat imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali, HB 3 kali dan Campak 1 kali. Kelengkapan imunisasi dasar bagi bayi biasanya dilihat dari cakupan imunisasi campak, karena imunisasi campak merupakan imunisasi terakhir yang diberikan pada bayi (Djoko Wiyono, 2000:490).
Target cakupan imunisasi program UCI (Universal Child Imunization) untuk BCG, DPT, Polio, campak dan hepatitis B harus mencapai 80% baik di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten bahkan di setiap desa (I.G.N. Ranuh, dkk, 2005:59).
Berdasarkan survei data awal yang dilaksanakan di Puskesmas Jebres yang terletak di Kecamatan jebres Kota Surakarta, puskesmas ini mempunyai wilayah kerja di lima Kelurahan.
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua kelurahan mempunyai cakupan imunisasi yang belum memenuhi target pencapaian UCI (Puskesmas Sekaran,
2005:38).
Menurut Lawrence Green dalam Soekidjo Notoatmodjo (2003:96) perilaku dilatarbelakangi oleh tiga faktor yakni: faktor predisposisi (predisposing factor), faktor yang mendukung (enabling faktor), faktor-faktor yang memperkuat dan mendorong (reinforcing factor). Unsur enabling factor terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya
fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana untuk imunisasi yang bisa dijangkau, Sedangkan
reinforcing factor meliputi sikap dan perilaku petugas imunisasi.
Faktor perilaku merupakan faktor yang di negara-negara berkembang paling
besar pengaruhnya untuk memunculkan masalah kesehatan termasuk imunisasi. Perilaku
ibu tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia (pos imunisasi) adalah
akibat kurangnya pengetahuan ibu-ibu tentang manfaat imunisasi dan efek sampingnya
(A.A. Gde Munijaya, 1999:117).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Suatu sikap belum otomatis terwujud
dalam dalam suatu tindakan. Terwujudnya sikap menjadi perbuatan nyata atau
penerapan diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara
lain fasilitas. Sikap ibu yang sudah positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat
konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai agar ibu
tersebut dapat mengimunisasikan anaknya (Soekidjo Notoadmodjo, 2003:128).
Sehubungan dengan hal di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
”Hubungan antara karakteristik dan sikap ibu batita dengan penerapan imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini
adalah:
1.2.1 Rumusan masalah umum
Adakah hubungan antara karakteristik dan sikap ibu anak usia 1-3 tahun dengan
penerapan imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Sekaran Gunungpati
Semarang?
1.2.2 Rumusan masalah khusus
4
1). Adakah hubungan antara pendidikan ibu batita dengan penerapan imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
2). Adakah hubungan antara pekerjaan ibu batita dengan penerapan imunisasi campak
di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
3). Adakah hubungan antara pendapatan keluarga dengan penerapan imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
4). Adakah hubungan antara jumlah anak dalam keluarga dengan penerapan imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
5). Adakah hubungan antara jarak rumah dengan penerapan imunisasi campak di
wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
6). Adakah hubungan antara pengetahuan ibu batita dengan penerapan imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
7). Adakah hubungan antara sikap ibu batita dengan penerapan imunisasi campak di
wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara karakteristik dan sikap batita dengan penerapan
imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
1.3.2 Tujuan khusus
1). Mengetahui hubungan antara pendidikan ibu batita dengan penerapan imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
2). Mengetahui hubungan antara pekerjaan ibu batita dengan penerapan imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
5
3). Mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan penerapan
imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
4). Mengetahui hubungan antara jumlah anak dalam keluarga dengan penerapan
imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
5). Mengetahui hubungan antara jarak rumah dengan penerapan imunisasi campak di
wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
6). Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu batita dengan penerapan imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
7). Mengetahui hubungan antara sikap ibu batita dengan penerapan imunisasi campak
di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
1). Menerapkan ilmu dan teori yang telah diperoleh saat perkuliahan.
2). Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dari penelitian yang dilakukan.
1.4.2 Puskesmas Sekaran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam
penyusunan program peningkatkan cakupan imunisasi.
1.4.3 Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang
hubungan karakteristik dan sikap ibu dengan penerapan imunisasi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Karakteristik
Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi
ciri khas seseorang sedangkan karakteristik adalah ciri khusus, mempunyai
kekhususan sesuai dengan perwatakan tertentu (W.J.S. Poerwadarminto, 2002:228).
2.1.1.1 Pendidikan Ibu
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan umumnya berarti daya
upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan, batin, karakter), pikiran
(intelek) dan tubuh anak (Achmad Munib, dkk, 2004:32).
Menurut Dictionary of Education dalam buku Achmad Munib, dkk (2004:33)
pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan
bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses
sosial yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol
(khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang
optimal.
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam
tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik orang tua dapat
menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang
baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya
(Soetjiningsih, 1995:10).
10
2.1.1.2 Pekerjaan Ibu
Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa
bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh
pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang
berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada
sesuatu keadaan yang lebih memuaskan dari pada keadaan sebelumnya (Pandji
Anoraga, 1998:11).
Ibu yang bekerja mempunyai waktu kerja sama seperti dengan pekerja
lainnya. Adapun waktu kerja bagi pekerja yang dipekerjakan yaitu waktu siang 7 jam
satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 6 hari kerja dalam satu minggu, atau dengan
8 jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 5 hari kerja dalam satu minggu. Sisa
waktu 16-18 jam digunakan untuk kehidupan dalam keluarga, masyarakat, tidur, dan
lain-lain (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003:13).
Bagi pekerja wanita, bagaimanapun juga mereka adalah ibu rumah tangga
yang sulit lepas begitu saja, dari lingkungan keluarga. Wanita mempunyai beban dan
hambatan lebih berat dibandingkan rekan prianya. Dalam arti wanita harus lebih dulu
mengatasi urusan keluarga, suami, anak dan hal-hal yang menyangkut tetek bengek
rumah tangganya (Pandji Anoraga, 1998:121).
Pada kenyataanya banyak wanita yang tidak cukup mampu mengatasi
hambatan itu, sekalipun mereka mempunyai kemampuan teknis yang cukup tinggi
jika mereka tidak mampu menyeimbangkan peran gandanya tersebut akhirnya
mereka akan keteteran (Pandji Anoraga, 1998:121). Akan tetapi bukan berarti wanita
yang tidak bekerja merupakan jaminan bahwa anak-anaknya akan menjadi lebih baik
dibanding dengan anak-anak dari wanita yang bekerja (Pandji Anoraga, 1998:123).
11
2.1.1.3 Pendapatan Ibu
Pendapatan adalah hasil pencarian atau perolehan usaha (Departemen
Pendidikan Nasional, 2002:236). Menurut Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers
(1982:20), pendapatan yaitu seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang
baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Jadi yang dimaksud pendapatan dalam
penelitian ini adalah suatu tingkat penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan pokok
dan pekerjaan sampingan dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.
Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak,
karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer
maupun yang sekunder (Soetjiningsih, 1995:10).
2.1.1.4 Jumlah anak
Anak adalah keturunan yang kedua (Departemen Pendidikan Nasional,
2002:41). Jumlah adalah banyaknya (bilangan atau sesuatu yang dikumpulkan
menjadi satu) (Departemen Pendidikan Nasional, 2002:480). Jadi jumlah anak adalah
banyaknya keturunan dalam satu kelurga.
Jumlah anak yang banyak pada keluarga akan mengakibatkan berkurangnya
perhatian dan kasih sayang yang diterima, lebih-lebih jika jarak anak terlalu dekat.
Pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anak yang
banyak akan mengakibatkan selain berkurangnya kasih sayang dan perhatian pada
anak, juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahan yang tidak
terpenuhi (Soetjiningsih, 1995:10).
12
2.1.1.5 Jarak rumah dengan tempat imunisasi
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2002:459) Jarak adalah ruang
sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat yaitu jarak antara rumah
dengan tempat imunisasi. Jangkauan pelayanan imunisasi dapat ditingkatkan dengan
bantuan pendekatan maupun pemantauan melalui kegiatan posyandu (Budioro,
2001:147).
Menurut Nasrul Effendy (1997:269) letak posyandu sebaiknya berada di
tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat, ditentukan sendiri, lokal, dapat
dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos RT atau RW. Hal ini agar jarak
posyandu tidak terlalu jauh sehingga tidak menyulitkan masyarakat untuk
mengimunisasikan anaknya.
2.1.1.6 Pengetahuan Ibu
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
tindakan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui indra manusia
yaitu indera manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Soekidjo
Notoatmodjo, 2003:127).
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003:128) pengetahuan yang dicakup
dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:
2.1.1.6.1 Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
13
2.1.1.6.2 Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan dan
menyebutkan. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang
bergizi.
2.1.1.6.3 Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemapuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya) misalnya dapat menggunakan
prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam
pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
2.1.1.6.4 Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut
dan masih ada kaitannya satu sama lain.
2.1.1.6.5 Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dari suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya
dapat menyusun dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan
sebagainya
2.1.1.6.6 Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada.
14
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:130).
2.1.2 Sikap
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat langsung
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Soekidjo
Notoatmodjo, 2003:130).
Sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu
terhadap hal-hal tertentu. Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati,
menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat
kecenderungan menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu
(Sarlito Wirawan Sarwono, 2000:94).
Sikap merupakan penentu penting dalam tingkah laku. Sikap yang ada pada
seseorang akan memberikan gambaran corak tingkah laku seseorang. Berdasar pada
sikap seseorang, orang akan dapat menduga bagaimana respon atau tindakan yang
akan diambil oleh orang tersebut terhadap suatu masalah atau keadaan yang
dihadapinya. Jadi dalam kondisi wajar-ideal gambaran kemungkinan tindakan atau
tingkah laku yang akan diambil sebagai respon terhadap suatu masalah atau keadaan
yang dihadapkan kepadanya dapat diketahui dari sikapnya (Sugeng Hariyadi,
2003:90).
"
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kebijaksanaan umum dari tujuan nasional. Agar tujuan pembangunan bidang kesehatan tersebut dapat terwujud, diperlukan suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia dalam meningkatkan derajat kesehatan yang optimal dan sebagai perwujudan upaya tersebut dibentuk sistem kesehatan nasional (Budioro.B, 2001:30).
Sistem kesehatan nasional di dalamnya menyebutkan Puskesmas adalah pusat pembangunan kesehatan yang berfungsi mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat dengan masyarakat dalam bentuk kegiatan menyuluh dan terpadu di wilayah kerjanya (Bapelkes, 2000:7).
Dewasa ini dikenal tidak kurang dari dua puluh macam kegiatan pokok (upaya pelayanan kesehatan dasar), tapi pelaksanaanya tergantung pada kemampuan dan sumber daya yang tersedia pada puskesmas yang bersangkutan. Imunisasi termasuk program puskesmas yang bersifat preventif. Imunisasi merupakan suatu teknologi yang sangat dan berhasil dan merupakan sumbangan ilmu pengetahuan yang terbaik yang pernah diberikan oleh para ilmuwan di dunia ini. Satu upaya kesehatan yang paling efektif dan efisien dibandingkan dengan upaya kesehatan lainnya. Setiap tahun lahir 130 juta anak di dunia, 91 juta diantaranya lahir di negara yang sedang berkembang. Pada tahun 1974 cakupan vaksinasi baru mencapai 5 %, sehingga dilaksanakan imunisasi global yang disebut extended program on imunization (EPI) dan saat ini cakupan meningkat hampir setiap tahun minimal tiga juta anak dapat terhindar dari kematian dan sekitar 750.000 terhindar dari cacat. Namun demikian satu dari empat orang anak masih belum mendapatkan vaksinasi dan dua juta meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (I.G.N Ranuh dkk, 2005:4).
Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi antara lain penyakit TBC, Difteri, Pertusis, Tetatus, Hepatitis B, Polio termasuk juga Campak. Idealnya bayi harus mendapat imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali, HB 3 kali dan Campak 1 kali. Kelengkapan imunisasi dasar bagi bayi biasanya dilihat dari cakupan imunisasi campak, karena imunisasi campak merupakan imunisasi terakhir yang diberikan pada bayi (Djoko Wiyono, 2000:490).
Target cakupan imunisasi program UCI (Universal Child Imunization) untuk BCG, DPT, Polio, campak dan hepatitis B harus mencapai 80% baik di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten bahkan di setiap desa (I.G.N. Ranuh, dkk, 2005:59).
Berdasarkan survei data awal yang dilaksanakan di Puskesmas Jebres yang terletak di Kecamatan jebres Kota Surakarta, puskesmas ini mempunyai wilayah kerja di lima Kelurahan.
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua kelurahan mempunyai cakupan imunisasi yang belum memenuhi target pencapaian UCI (Puskesmas Sekaran,
2005:38).
Menurut Lawrence Green dalam Soekidjo Notoatmodjo (2003:96) perilaku dilatarbelakangi oleh tiga faktor yakni: faktor predisposisi (predisposing factor), faktor yang mendukung (enabling faktor), faktor-faktor yang memperkuat dan mendorong (reinforcing factor). Unsur enabling factor terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya
fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana untuk imunisasi yang bisa dijangkau, Sedangkan
reinforcing factor meliputi sikap dan perilaku petugas imunisasi.
Faktor perilaku merupakan faktor yang di negara-negara berkembang paling
besar pengaruhnya untuk memunculkan masalah kesehatan termasuk imunisasi. Perilaku
ibu tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia (pos imunisasi) adalah
akibat kurangnya pengetahuan ibu-ibu tentang manfaat imunisasi dan efek sampingnya
(A.A. Gde Munijaya, 1999:117).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Suatu sikap belum otomatis terwujud
dalam dalam suatu tindakan. Terwujudnya sikap menjadi perbuatan nyata atau
penerapan diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara
lain fasilitas. Sikap ibu yang sudah positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat
konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai agar ibu
tersebut dapat mengimunisasikan anaknya (Soekidjo Notoadmodjo, 2003:128).
Sehubungan dengan hal di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
”Hubungan antara karakteristik dan sikap ibu batita dengan penerapan imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini
adalah:
1.2.1 Rumusan masalah umum
Adakah hubungan antara karakteristik dan sikap ibu anak usia 1-3 tahun dengan
penerapan imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Sekaran Gunungpati
Semarang?
1.2.2 Rumusan masalah khusus
4
1). Adakah hubungan antara pendidikan ibu batita dengan penerapan imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
2). Adakah hubungan antara pekerjaan ibu batita dengan penerapan imunisasi campak
di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
3). Adakah hubungan antara pendapatan keluarga dengan penerapan imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
4). Adakah hubungan antara jumlah anak dalam keluarga dengan penerapan imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
5). Adakah hubungan antara jarak rumah dengan penerapan imunisasi campak di
wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
6). Adakah hubungan antara pengetahuan ibu batita dengan penerapan imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
7). Adakah hubungan antara sikap ibu batita dengan penerapan imunisasi campak di
wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara karakteristik dan sikap batita dengan penerapan
imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
1.3.2 Tujuan khusus
1). Mengetahui hubungan antara pendidikan ibu batita dengan penerapan imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
2). Mengetahui hubungan antara pekerjaan ibu batita dengan penerapan imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
5
3). Mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan penerapan
imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
4). Mengetahui hubungan antara jumlah anak dalam keluarga dengan penerapan
imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
5). Mengetahui hubungan antara jarak rumah dengan penerapan imunisasi campak di
wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
6). Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu batita dengan penerapan imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
7). Mengetahui hubungan antara sikap ibu batita dengan penerapan imunisasi campak
di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
1). Menerapkan ilmu dan teori yang telah diperoleh saat perkuliahan.
2). Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dari penelitian yang dilakukan.
1.4.2 Puskesmas Sekaran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam
penyusunan program peningkatkan cakupan imunisasi.
1.4.3 Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang
hubungan karakteristik dan sikap ibu dengan penerapan imunisasi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Karakteristik
Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi
ciri khas seseorang sedangkan karakteristik adalah ciri khusus, mempunyai
kekhususan sesuai dengan perwatakan tertentu (W.J.S. Poerwadarminto, 2002:228).
2.1.1.1 Pendidikan Ibu
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan umumnya berarti daya
upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan, batin, karakter), pikiran
(intelek) dan tubuh anak (Achmad Munib, dkk, 2004:32).
Menurut Dictionary of Education dalam buku Achmad Munib, dkk (2004:33)
pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan
bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses
sosial yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol
(khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang
optimal.
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam
tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik orang tua dapat
menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang
baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya
(Soetjiningsih, 1995:10).
10
2.1.1.2 Pekerjaan Ibu
Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa
bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh
pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang
berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada
sesuatu keadaan yang lebih memuaskan dari pada keadaan sebelumnya (Pandji
Anoraga, 1998:11).
Ibu yang bekerja mempunyai waktu kerja sama seperti dengan pekerja
lainnya. Adapun waktu kerja bagi pekerja yang dipekerjakan yaitu waktu siang 7 jam
satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 6 hari kerja dalam satu minggu, atau dengan
8 jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 5 hari kerja dalam satu minggu. Sisa
waktu 16-18 jam digunakan untuk kehidupan dalam keluarga, masyarakat, tidur, dan
lain-lain (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003:13).
Bagi pekerja wanita, bagaimanapun juga mereka adalah ibu rumah tangga
yang sulit lepas begitu saja, dari lingkungan keluarga. Wanita mempunyai beban dan
hambatan lebih berat dibandingkan rekan prianya. Dalam arti wanita harus lebih dulu
mengatasi urusan keluarga, suami, anak dan hal-hal yang menyangkut tetek bengek
rumah tangganya (Pandji Anoraga, 1998:121).
Pada kenyataanya banyak wanita yang tidak cukup mampu mengatasi
hambatan itu, sekalipun mereka mempunyai kemampuan teknis yang cukup tinggi
jika mereka tidak mampu menyeimbangkan peran gandanya tersebut akhirnya
mereka akan keteteran (Pandji Anoraga, 1998:121). Akan tetapi bukan berarti wanita
yang tidak bekerja merupakan jaminan bahwa anak-anaknya akan menjadi lebih baik
dibanding dengan anak-anak dari wanita yang bekerja (Pandji Anoraga, 1998:123).
11
2.1.1.3 Pendapatan Ibu
Pendapatan adalah hasil pencarian atau perolehan usaha (Departemen
Pendidikan Nasional, 2002:236). Menurut Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers
(1982:20), pendapatan yaitu seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang
baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Jadi yang dimaksud pendapatan dalam
penelitian ini adalah suatu tingkat penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan pokok
dan pekerjaan sampingan dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.
Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak,
karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer
maupun yang sekunder (Soetjiningsih, 1995:10).
2.1.1.4 Jumlah anak
Anak adalah keturunan yang kedua (Departemen Pendidikan Nasional,
2002:41). Jumlah adalah banyaknya (bilangan atau sesuatu yang dikumpulkan
menjadi satu) (Departemen Pendidikan Nasional, 2002:480). Jadi jumlah anak adalah
banyaknya keturunan dalam satu kelurga.
Jumlah anak yang banyak pada keluarga akan mengakibatkan berkurangnya
perhatian dan kasih sayang yang diterima, lebih-lebih jika jarak anak terlalu dekat.
Pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anak yang
banyak akan mengakibatkan selain berkurangnya kasih sayang dan perhatian pada
anak, juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahan yang tidak
terpenuhi (Soetjiningsih, 1995:10).
12
2.1.1.5 Jarak rumah dengan tempat imunisasi
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2002:459) Jarak adalah ruang
sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat yaitu jarak antara rumah
dengan tempat imunisasi. Jangkauan pelayanan imunisasi dapat ditingkatkan dengan
bantuan pendekatan maupun pemantauan melalui kegiatan posyandu (Budioro,
2001:147).
Menurut Nasrul Effendy (1997:269) letak posyandu sebaiknya berada di
tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat, ditentukan sendiri, lokal, dapat
dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos RT atau RW. Hal ini agar jarak
posyandu tidak terlalu jauh sehingga tidak menyulitkan masyarakat untuk
mengimunisasikan anaknya.
2.1.1.6 Pengetahuan Ibu
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
tindakan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui indra manusia
yaitu indera manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Soekidjo
Notoatmodjo, 2003:127).
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003:128) pengetahuan yang dicakup
dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:
2.1.1.6.1 Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
13
2.1.1.6.2 Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan dan
menyebutkan. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang
bergizi.
2.1.1.6.3 Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemapuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya) misalnya dapat menggunakan
prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam
pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
2.1.1.6.4 Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut
dan masih ada kaitannya satu sama lain.
2.1.1.6.5 Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dari suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya
dapat menyusun dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan
sebagainya
2.1.1.6.6 Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada.
14
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:130).
2.1.2 Sikap
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat langsung
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Soekidjo
Notoatmodjo, 2003:130).
Sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu
terhadap hal-hal tertentu. Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati,
menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat
kecenderungan menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu
(Sarlito Wirawan Sarwono, 2000:94).
Sikap merupakan penentu penting dalam tingkah laku. Sikap yang ada pada
seseorang akan memberikan gambaran corak tingkah laku seseorang. Berdasar pada
sikap seseorang, orang akan dapat menduga bagaimana respon atau tindakan yang
akan diambil oleh orang tersebut terhadap suatu masalah atau keadaan yang
dihadapinya. Jadi dalam kondisi wajar-ideal gambaran kemungkinan tindakan atau
tingkah laku yang akan diambil sebagai respon terhadap suatu masalah atau keadaan
yang dihadapkan kepadanya dapat diketahui dari sikapnya (Sugeng Hariyadi,
2003:90).
"
0 komentar:
Post a Comment