Talasemia
>> Sunday, January 31, 2010
Talasemia
A. Defenisi
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan atas talasemia mayor dan minor.
B. Manifestasi klinis
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan padatulang yana menetap, yaitu teriadinya bentuk muka mongoloid akibat sistem eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan, dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pansitopenia akibat hipersplenisme. Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan menstruasi dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pankreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia-gangguan konduksi , gagal jantung), dan perikardium (perikarditis).
C. Patofisiologi
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Terjadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis.
D. Pemeriksaan Penunjang
Anemia biasanya berat, dengan kadar hemoglobin (Hb) berkisar antara 3-9 g/dl. Eritrosit memperlihatkan anisositosis, poikilositosis, dan hipokromia berat. Sering ditemukan sel target dan tear drop cell. Normoblas (eritrosit berinti) banyak dijumpai terutama pasca splenektomi. Gambaran sumsum tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya. Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin. Petunjuk adanya talasemia alfa adalah ditemukannya Hb Bart's dan HbH. Pada talasemia beta kadar HbF bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1
E. Penatalaksanaan
Atasi anemia dengan transfusi PRC (packed red cell). Transfusi hanya diberikan bila saat diagnosis, ditegakkan Hb < 8 g/dl. Selanjutnya, sekali diputuskan untuk diberi transfusi darah. Hb harus selalu dipertahankan di atas 12 g/dl dan tidak melebihi 15,5 g/dl. Bila tidak terdapat tanda gagal jantung dan Hb sebelum transfusi di atas 5 g/dl, diberikan 10-15 ml/ kgBB per satu kali pemberian selama 2 jam atau 20 ml/kgBB dalam waktu 3-4 jam. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah ada kelainan jantung, atau Hb <5g/dl, dosis satu kali pemberian tidak boleh lebih dari 5 mUkgBB dengan kecepatan tidak lebih dari 2 ml/kgBB/ jam. Penderita dengan tanda gagal jantung harus dirawat, diberikan oksigen dengan kecepatan 2-1 L/menit, transfusi darah dan diuretik. Setiap selesai pemberian satu seri transfusi, kadar Hb pasca transfusi diperiksa 30 menit setelah pemberian transfusi terakhir. Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan kelasi besi, yaitu Desferal secara im atau iv. Splenektomi diindikasikan bila terjadi hipersplenisme atau limpa terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien, menimbulkan tekanan intraabdominal yang mengganggu napas dan berisiko mengalami dyspnu. Hipersplenisme dini ditandai dengan jumlah transfusi melebihi 250 mUkgBB dalam 1 tahun terakhir dan adanya penunanan Hb yang drastis. Hipersplenisme lanjut ditandai oleh adanya pansitopenia. Splenektomi sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun ke atas saat tungsi limpa dalam sistem imun tubuh telah dapat diambil alih oleh organ limfoid lain.
Irnunisasi terhadap virus hepatitis B dan C perlu dilakukan untuk mencegah infeksi virus tersebut melalui transfusi darah. Transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan pada setiap kasus baru dengan talasemia mayor. Obat pendukung seperti vitamin C dianjurkan diberi dalam dosis kecil 100-250 mg) pada saat dimulainya pemberian kelasi besi dan dihentikan pada saat pemberian kelasi selesai (vitamin C dapat meningkatkan efPk deaferioksamin). Diberikan asam folat :5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada pasien talasemia, khususnya pada yang jarang mendapat transfusi darah.
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan atas talasemia mayor dan minor.
B. Manifestasi klinis
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan padatulang yana menetap, yaitu teriadinya bentuk muka mongoloid akibat sistem eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan, dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pansitopenia akibat hipersplenisme. Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan menstruasi dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pankreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia-gangguan konduksi , gagal jantung), dan perikardium (perikarditis).
C. Patofisiologi
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Terjadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis.
D. Pemeriksaan Penunjang
Anemia biasanya berat, dengan kadar hemoglobin (Hb) berkisar antara 3-9 g/dl. Eritrosit memperlihatkan anisositosis, poikilositosis, dan hipokromia berat. Sering ditemukan sel target dan tear drop cell. Normoblas (eritrosit berinti) banyak dijumpai terutama pasca splenektomi. Gambaran sumsum tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya. Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin. Petunjuk adanya talasemia alfa adalah ditemukannya Hb Bart's dan HbH. Pada talasemia beta kadar HbF bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1
E. Penatalaksanaan
Atasi anemia dengan transfusi PRC (packed red cell). Transfusi hanya diberikan bila saat diagnosis, ditegakkan Hb < 8 g/dl. Selanjutnya, sekali diputuskan untuk diberi transfusi darah. Hb harus selalu dipertahankan di atas 12 g/dl dan tidak melebihi 15,5 g/dl. Bila tidak terdapat tanda gagal jantung dan Hb sebelum transfusi di atas 5 g/dl, diberikan 10-15 ml/ kgBB per satu kali pemberian selama 2 jam atau 20 ml/kgBB dalam waktu 3-4 jam. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah ada kelainan jantung, atau Hb <5g/dl, dosis satu kali pemberian tidak boleh lebih dari 5 mUkgBB dengan kecepatan tidak lebih dari 2 ml/kgBB/ jam. Penderita dengan tanda gagal jantung harus dirawat, diberikan oksigen dengan kecepatan 2-1 L/menit, transfusi darah dan diuretik. Setiap selesai pemberian satu seri transfusi, kadar Hb pasca transfusi diperiksa 30 menit setelah pemberian transfusi terakhir. Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan kelasi besi, yaitu Desferal secara im atau iv. Splenektomi diindikasikan bila terjadi hipersplenisme atau limpa terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien, menimbulkan tekanan intraabdominal yang mengganggu napas dan berisiko mengalami dyspnu. Hipersplenisme dini ditandai dengan jumlah transfusi melebihi 250 mUkgBB dalam 1 tahun terakhir dan adanya penunanan Hb yang drastis. Hipersplenisme lanjut ditandai oleh adanya pansitopenia. Splenektomi sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun ke atas saat tungsi limpa dalam sistem imun tubuh telah dapat diambil alih oleh organ limfoid lain.
Irnunisasi terhadap virus hepatitis B dan C perlu dilakukan untuk mencegah infeksi virus tersebut melalui transfusi darah. Transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan pada setiap kasus baru dengan talasemia mayor. Obat pendukung seperti vitamin C dianjurkan diberi dalam dosis kecil 100-250 mg) pada saat dimulainya pemberian kelasi besi dan dihentikan pada saat pemberian kelasi selesai (vitamin C dapat meningkatkan efPk deaferioksamin). Diberikan asam folat :5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada pasien talasemia, khususnya pada yang jarang mendapat transfusi darah.
0 komentar:
Post a Comment