1.1 Latar BelakangPemberian nutrisi secara seimbang pada anak harus dimulai sejak dalam kandungan, yaitu dengan pemberian nutrisi yang cukup memadai pada ibu hamil. Setelah lahir harus diupayakan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu pemberian ASI saja sampai anak berumur 6 bulan. Sejak berumur 6 bulan, anak diberikan tambahan atau pendamping ASI (PASI). Pemberian PASI ini penting untuk melatih kebiasaan makan yang baik dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang meningkat pada masa bayi dan prasekolah. Karena pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi adalah sangat pesat, terutama pertumbuhan otak (Nursalam,dkk.2005).
Namun tidak selamanya nutrisi pada anak terpenuhi dengan seimbang. Kondisi ini menimbulkan perbedaan keadaan gizi antara anak yang satu dengan anak yang lain. Ada kalanya anak memiliki keadaan gizi lebih, keadaan gizi baik, dan keadaan gizi buruk. Keadaan gizi baik akan dapat dicapai dengan pemberian makanan yang seimbang bagi tubuh menurut kebutuhan. Sedangkan gizi lebih atau gizi kurang terjadi bila pemberian makanan tidak seimbang menurut kebutuhan anak.
Obesitas merupakan kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan (Damayanti, 2004). Secara umum, kegemukan (obesitas) disebabkan oleh tidak seimbangnya energi dari makanan dengan kalori yang dikeluarkan. Kondisi ini akibat interaksi beberapa faktor, yaitu keluarga, penggunaan energi, dan keturunan (yatim, 2005).
Terdapat 3 faktor yang berpengaruh terhadap berkembangnya obesitas, yaitu genetik, lingkungan dan neuro (Juanita, 2004). Namun, berdasarkan hasil penelitian Badan International Obeysitas Task Force (ITF) dari badan WHO yang mengurusi anak yang kegemukan, 99% anak obesitas karena faktor lingkungan, sedangkan yang dianggap genetik biasanya bukan genetik tetapi akibat faktor lingkungan (Darmono, 2006). Faktor lingkungan ini dipengaruhi oleh aktifitas dan pola makan orang tua anak, misal pola makan bapak dan ibunya tidak teratur menurun pada anak, karena di lingkungan itu tidak menyediakan makanan yang tinggi energi, bahkan aktifitas dalam keluarga juga mendukung (Darmono, 2006).
Komplikasi dari anak – anak yang mengalami obesitas, bisa terjadi diabetes tipe 2 yang resisten terhadap insulin, sindrom metabolisme, muncul tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan tingkat blood lipid yang abnormal (Fauzin, 2006).
Menurut Roskitt dan Clair yang dikutip oleh Subardja D, 2004, “obesitas pada anak merupakan cikal bakal terjadinya penyakit degeneratif kardiovaskuler, Diabetes Mellitus, dan penyakit degeneratif lainnya yang dapat timbul sebelum atau setelah masa dewasa”.
Di Indonesia, angka kejadian obesitas terus meningkat, hal ini disebabkan perubahan pola makan serta pandangan masyarakat yang keliru bahwa sehat adalah identik dengan gemuk (Soetjiningsih, 1998). Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan makanan dan nilai makanan juga merupakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang (Budiyanto, 2004). Obesitas yang terjadi sebelum umur 5 tahun mempunyai kecenderungan tetap gemuk pada waktu dewasa, dari pada yang terjadi sesudahnya (Soetjiningsih, 1998).
Peningkatan prevalensi obesitas ini terjadi di Negara maju maupun berkembang. Menurut Damayanti, 2004 prevalensi obesitas pada anak usia 6-17 tahun di Amerika Serikat dalam tiga dekade terakhir naik dari 7,6 – 10,8% menjadi 13-14%. Sedangkan anak sekolah di Singapura naik dari 9% menjadi 19 %.
Mengutip Survey Kesehatan Nasional, di Indonesia prevalensi obesitas pada balita juga naik. Prevalensi obesitas pada tahun 1992 sebanyak 1,26% dan 4,58% pada 1999. Sedangkan berdasarkan data RSU Dr.Soetomo Surabaya bagian anak menyebutkan jumlah anak kegemukan (obesitas) 8% pada tahun 2004 dan menjadi 11,5% pada tahun 2005.
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di KB-TKIT Al-Hikmah Surabaya, dari 122 siswa didapatkan data anak yang mempunyai status gizi Lebih (obesitas) sebanyak 21 orang atau 17,2%.
Melihat dari uraian di atas masalah yang terjadi adalah kejadian obesitas pada anak dan balita terus meningkat, serta kurangnya pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak. Pengetahuan yang kurang ini dapat menyebabkan perilaku yang salah dalam memberikan dan mengawasi pola makan anaknya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang “Hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita”.
1.2 Rumusan masalahApakah ada hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita?
1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi pengetahuan orang tua dari balita yang obesitas dan balita yang tidak obesitas di KB-TKIT Al-Hikmah Surabaya tentang pemberian makan kepada anak
1.3.2.2 Mengidentifikasi kejadian obesitas pada balita di KB-TKIT Al-Hikmah Surabaya
1.3.2.3 Menganalisis hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita di KB-TKIT Al-Hikmah Surabaya.
1.4 Manfaat penelitian1.4.1 Bagi program kesehatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pembinaan dan pelatihan serta pioritas program dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat dan penanggulangan kasus obesitas di masyarakat, khususnya pada balita.
1.4.2 Bagi Ilmu Pengetahuan
Menambah kajian baru ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan dan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan penelitian selanjutnya
1.4.3 Bagi penulis
Penulis dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh selama di bangku kuliah dalam kehidupan yang nyata di tengah-tengah masyarakat.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan/ sumber rujuan bagi penelitian – penelitian selanjutnya.
download free pdf